Komunitas Fitoplankton sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Situ di Ciputat Timur, Tangerang Selatan

Arsip Pribadi (Kiri ke Kanan) Situ Bungur, Situ Kuru, dan Situ Gintung

Situ di Kota Tangerang Selatan memiliki kondisi memprihatinkan sehingga mempengaruhi kondisi biologis fitoplankton. Fitoplankton menjadi bioindikator kualitas akuatik karena sensitif terhadap perubahan lingkungan. Tujuan penelitian ini mengetahui kimia-fisik perairan dan kelimpahan komunitas fitoplankton. Penelitianini dilakukan di tiga Situ Tangerang Selatan yaitu Situ Gintung, Situ Kuru, dan Situ Bungur pada bulan Juni-Agustus 2016. Pengambilan sampel mengacu pada Bellinger dan Sigee (2010) yang modifikasi. Hasil kualitas perairan dari Situ Kuru, Situ Bungur dan Situ Gintung berkategori baik, walaupun nilai WQI cenderung menurun pada tiap periode. Nilai keanekaragaman di ketiga berada direntang 0,5409–1,982 yaitu sedangkan nilai keseragaman berada direntang 0,3357 – 0,7901, dan nilai dominansi berada diangka 0,2078 – 0,733 dengan masing-masing berkategori rendah hingga sedang. Komposisi jenis (%) yang ditemukan di ketiga situ masing-masing cenderung sama dengan jenis tertinggi Chlorophyceae sebesar 35– 53% dan jenis terendah Chryptophyceae sebesar 4–6%dan Euglenophyceae sebesar 4–7%. Berdasarkan faktor kimia – fisik perairan, ketiga situ telah mengalami pengkayaan nutrisi pada badan perairan yang berakibat pada komposisi jenis fitoplankton. Ditemukannya jenis fitoplankton yang menjadi bioindikator perairan juga mengindikasikan telah terjadi pencemaran di ketiga situ. Adanya aktivitas manusia di beberapa situ merupakan salah satu penyebab terjadinya hal tersebut. Diharapkan penelitian ini menjadi bahan evaluasi baikb agi pemerintah setempat maupun masyarakat dalam menanggulangi pencemaran yang terjadi di Situ Kuru, Situ Bungur dan Situ Gintung.


EVALUASI PROGRAM ZERO KARAMBA JARING APUNG (KJA) TERHADAP KUALITAS PERAIRAN SITU GINTUNG BERDASARKAN INDEKS BIOTIK

Foto : Arsip Pribadi Tim Peneliti Zero (KJA)

Situ Gintung merupakan salah satu perairan yang diaplikasikan program zero karamba jaring apung (KJA) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum dengan tujuan dapat memperbaiki kualitas dan nutrien perairan. Tujuan penelitian ini mengevaluasi program zero KJA terhadap kualitas dan status nutrien berdasarkan indeks biotik yaitu plankton dan gastropoda. Pengambilan sampel pada lima stasiun di Situ Gintung setelah diaplikasikannnya program zero KJA. Faktor kimia-fisik yang diukur adalah suhu air, derajat keasaman (pH) air, kecerahan, padatan terlarut total, kekeruhan, dan oksigen terlarut (DO) dengan water quality checker (WQC). Pengujian nitrit dan fosfat dilakukan dengan menggunakan UV-Vis Spektrofotometer. Pengambilan sampel plankton menggunakan metode filtrasi dan gastropoda dengan cara hand collecting pada kuadrat 1 meter persegi. Hasil pengukuran kimia-fisika pada setiap periode secara keseluruhan Situ Gintung masih berada di dalam baku mutu PP. No. 22 Tahun 2021 dengan nilai water quality index (WQI) yang terus mengalami penurunan dari Januari hingga Maret (81,42 menjadi 67,14). Kepadatan fitoplankton mengalami penurunan dari Januari hingga Maret dan kepadatan zooplankton cenderung stabil. Komposisi sebaran fitoplankton secara umum didominasi oleh kelompok Cyanobacteria, Bacillariophyceae, dan Chlorophyceae. Komposisi sebaran zooplankton didominasi oleh Brachionus sp., Daphnia sp., dan Nauplius sp. Nilai keanekaragaman (H’) untuk plankton dan gastropoda berada dalam kategori sedang (1<H’<3), untuk nilai kemerataan (e) berada dalam kategori kemerataan tinggi (E>0,5), dan nilai dominansi (C) yang menunjukkan tidak adanya dominansi (C<0,5). Nilai indeks saprobik dan indeks diatom menunjukan Situ Gintung dalam keadaan tercemar sedang dengan status nutrien mesotrofik-eutrofik. Setelah penerapan kebijakan zero KJA, karakteristik peubah kimia-fisika perairan Situ Gintung secara keseluruhan masih berada di dalam kisaran baku mutu PP. No. 22 Tahun 2021, namun peubah pH dan nitrit perlu diperhatikan karena berada di atas nilai baku mutu. Berdasarkan komposisi kehadiran, dan indeks keanekaragaman biotik jenis menunjukkan Situ Gintung dalam kondisi tercemar sedang dan eutrofik, serta diduga akan terjadi ledakan populasi dari zooplankton akibat penurunan jumlah populasi pemangsanya. Nilai X dan indeks diatom menunjukkan Situ Gintung, Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten masih tercemar senyawa organik dan anorganik di dalamnya. Kebijakan zero KJA sebaiknya dilakukan secara bertahap dan setelah menganalisis daya tampung perairan Situ Gintung terlebih dahulu agar tidak menimbulkan ledakan jenis populasi lain.

http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jra/article/view/9989/7752

Kimia Fisik Perairan dan Ektoparasit Ikan Nila dan Patin Di Situ Gintung, Tangerang Selatan, Banten

Foto : Arsip Pribadi
 
Kualitas perairan yang buruk berdasarkan kimia fisik adalah salah satu faktor yang mempengaruhi infeksi dan kehadiran ektoparasit ikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kimia fisik perairan, jenis-jenis ektoparasit, prevalensi ektoparasit dan hubungan ektoparasit ikan dengan kimia fisik perairan. Penelitian dilakukan di Situ Gintung, Tangerang Selatan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2018 dengan sampel berasal dari Keramba Jaring Apung (KJA) dan hasil memancing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kimia fisik perairan secara umum masih berada dalam rentang nilai standar baku mutu untuk budidaya ikan. Jumlah dan jenis ektoparasit ikan terdiri dari Trichodina sp., Chilodonella sp., Litonotus sp., Vorticella sp., Dactylogyrus sp. dan Capillaria sp. Berdasarkan Canonical Correspondence Analysis (CCA) menunjukkan bahwa ektoparasit dipengaruhi oleh kimia fisik perairan.

 

Evaluation of the Feasibility of Temporary Waste Storage at the Integrated Laboratory Center, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta


Foto : Arsip Pusat Laboratorium Terpadu

















Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) sebagai tempat menyimpan limbah di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) didirikan pada tahun 2019. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengevaluasi Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah dari segi bangunan dan pengelolaannya berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 12 tahun 2020 dan Nomor 19 tahun 2021 untuk terwujudnya TPS yang lebih layak dan mencukupi. Metode penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan metode observasi lapangan, analisis data menggunakan analisis SWOT melalui FGD. Hasil penelitian menunjukkan jumlah limbah cair yang tersimpan 753,799 liter dan limbah padat yang tersimpan 233,6 kg. Besar rata-rata suhu dan kelembapan di ruang penyimpanan limbah cair 29,04°C dan 68,47 RH%, di ruang penyimpanan limbah padat 29,17°C dan 68,13 RH%. Sistem pengelolaan TPS limbah sudah sesuai regulasi dan standar, lokasi bangunan (TPS) sudah terpisah dengan bangunan utama Pusat Laboratorium terpadu (PLT), namun perlu penambahan ventilasi udara agar sirkulasi udara lebih baik. Pengelompokkan limbah sudah cukup baik, namun perlu dilakukan kegiatan pengangkutan yang rutin untuk menghindari penumpukan jumlah limbah dan melakukan pendataan limbah secara periodik.